Gunung Lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa  Timur.                Puncak tertinggi gunung Lawu (Puncak Argo Dumilah) berada  pada                ketingggian 3.265 m dpl.                 Kompleks Gunung Lawu ini memiliki luas                400 KM2 dengan Kawah Candradimuka yang masih sering  mengeluarkan                uap air panas dan bau belerang. Terdapat dua buah Kawah  tua di                dekat puncak Gunung Lawu yakni Kawah Telaga Kuning and  Kawah                Telaga Lembung Selayur.  ![]()                Banyak sekali tempat-tempat yang dikeramatkan oleh  masyarakat                sehingga tidak hanya anak muda, tetapi banyak orang tua  yang                mendaki gunung Lawu untuk berjiarah. Masyarakat Jawa  percaya bahwa                puncak gunung Lawu dahulunya adalah merupakan kerajaan  yang                pertama kali di pulau Jawa. Gunung Lawu ini sangat berarti  bagi                Masyarakat Jawa terutama mereka yang masih percaya dengan  Dunia                Gaib.               Terdapat banyak tempat wisata disekitar gunung Lawu  seperti Telaga                Sarangan, Air Terjun Grojogan Sewu, Tawangmanu, Candi  Sukuh,                Sangiran, Kraton Solo. ![]()                Gunung Lawu dapat didaki lewat Cemoro Kandang (Jawa  Tengah) atau                Cemoro Sewu (Jawa Timur), jarak kedua tempat ini tidaklah  begitu                jauh. Dari Tawangmangu kita bisa naik mobil Omprengan  menuju                Cemoro Sewu atau Cemoro Kandang.  ![]()                Apabila terlalu sore kita harus                mencarter mobil dan bila tidak ada mobil kita harus  berjalan kaki                sekitar 9,5 Km menuju Cemoro Kandang atau 10 Km menuju  Cemoro Sewu.                Mobil terakhir omprengan biasanya sekitar pukul 17.00,  namun bila                sedang ramai kadangkala jam 19.00 masih ada mobil  omprengan.  JALUR CEMORO SEWU                Di Cemoro Sewu terdapat pemancar TVRI yang mengarah ke  Jawa Tengah                dan Jawa Timur. Cemoro Sewu berada pada ketinggian 1.600  mdpl,                sore hari udara di tempat ini sudah terasa dingin sekali.  ![]()                Para pendaki biasanya beristirahat di pos Cemoro Sewu  untuk menunggu                malam hari tiba, karena pendakian terbaik pada malam hari (  21.00                - 23.00 ) dan kita sampai dipuncak menjelang pagi untuk                menyaksikan sunrise. Terdapat sebuah mushola dan MCK yang  memiliki                enam buah kamar mandi dan WC.  ![]()                Kawasan Cemoro Sewu kini semakin dipercantik dan  diperlebar                sehingga menyerupai suasana puncak pass di Bogor -  Cianjur. Kalau                di sepanjang tepi jalan di Puncak Pass Bogor - Cianjur  dipenuhi                dengan pedagang jagung bakar maka di "Puncak Pass" Cemoro  Sewu ini                dipenuhi dengan para pedagang sate kelinci dan sate "jamu"  yang                berjajar disepanjang tepian jalan. Kawasan Cemoro Sewu  sekarang                sangat populer di kalangan muda-mudi di yogya, Solo,  Sragen,                Karanganyar dan sekitarnya, yang biasanya ditempuh dengan                menggunakan sepeda motor. Tempat ini menjadi lokasi  nongkrong                sambil berpacaran atau sekalian berwisata ke Telaga  Sarangan dan                Air Terjun Grojogan Sewu. Jalan diperlebar dengan memotong                 tebing-tebing dan dibelah menjadi dua jalur. Di tengah  jalan                dibuat trotoar pembatas jalan yang dilengkapi dengan  lampu-lampu                cantik mirip jalan malioboro di Yogya. ![]()                Jalur Cemoro Sewu memiliki jalan setapak                berbatu yang sudah tertata rapi. Awal perjalanan jalur  ditumbuhi                oleh pohon-pohon Cemara, karena lebatnya hutan Cemara yang  tumbuh                maka daerah ini dinamai Cemoro Sewu (Seribu Cemara).  Pemandangan                kontras segera muncul setelah melewati hutan Cemara. Di  kiri kanan                jalur terdapat kebun sayur hingga mencapai Pos 1.  Sementara di                sela-sela Kebun Sayuran pohon- pohon sisa kebakaran nampak  kering,                menunggu untuk roboh.  ![]() Sebelum sampai Pos 1 terdapat Sumber  Air                Wesanan dipuncak gunung kita menemukan tempat-tempat mata  air yang                dikeramatkan oleh masyarakat. Jalur mendatar dan sedikit  menanjak                hingga Pos Pertama. Pos pertama kami bertemu dengan  pendaki lain                yang sedang beristirahat, di sini juga terdapat sebuah  bangunan                untuk beristirahat juga ada sebuah warung makanan, yang  buka pada                hari Kamis-Minggu dan pada musim-musim ramai pendakian dan  ramai                orang berjiarah.  ![]()                Menuju                Pos 2 jalur melewati batu-batuan dengan kemiringan yang  cukup                tajam. Kita akan melewati tempat keramat yakni Watu Jago,  sebuah                batu besar yang bentuknya menyerupai ayam jago.  ![]()                Pos 2 berupa                dataran yang agak luas, banyak ditumbuhi pohon-pohon besar  dan                banyak batu besar, sehingga pendaki dapat membuat tenda  ditempat                ini dengan nyaman karena terlindung dari hempasan angin.  Bila                ramai di Pos 2 ini juga sering terdapat pedagang makanan.  Di Pos                ini terdapat bangunan beratap yang sering digunakan para  pedagang                untuk berjualan makanan.  ![]() Dari Pos 2 menuju Pos 3 Jalur  batu-batuan                semakin curam dan menanjak. Di jalur ini terdapat asap  belerang                sehingga pendaki disarankan untuk tidak berlama-lama  beristirahat                di Pos 3. Menuju Pos 4 jalur menanjak, merangkak pada  batu-batuan.                 ![]() Pos 4 hanya berupa tempat datar yang sempit yang  berada di cerukan                tebing batu, hanya cukup untuk mendirikan satu buah tenda,  tempat                ini sedikit terlindung dari hempasan angin.  ![]() Setelah melewati Pos 4 kami sudah  berada                dilereng yang curam, angin sangat kencang dan dingin  sekali.                Jalanan sangat sempit dan curam, Ade badannya hampir beku,  kami                berusaha mencari celah bukit untuk berlindung dari angin.  Kami                menemukan sedikit celah dan cukup luas untuk berempat  beristirahat.                Kami kumpulkan sisa-sisa api unggun pendaki lainnya. Lama  sekali                kami berusaha membuat api unggun , namun tiada kunjung  nyala,                sementara kami semakin kaku kedinginan. Akhirnya kami  membakar                kaos kaki dan celana dalam satu persatu untuk  menghangatkan badan.                ![]() ![]()                Pos                5 atau Pos Sumur Jolotundo berada di dekat Sumur Jolotundo  yang                sangat keramat. Pos ini berupa tempat datar terbuka yang  luas                dapat untuk mendirikan beberapa tenda. Namun di tempat ini  kurang                terlindung dari hempasan angin.  ![]()                Dari Pos 5 kita sedikit turun,                kemudian sedikit mendaki dan mengelilingi salah satu  puncak, untuk                menuju ke Sendang Drajad.  ![]()                Dari Sendang Drajad dapat dilanjutkan ke                Puncak Argo Dumilah, atau jalan lagi melingkari salah satu  puncak                menuju Hargo Dalem. Dari Hargo Dalem pendaki dapat  melanjutkan                perjalanan melalui Jalur Cemoro Kandang atau Jalur Candi  Seto.  ![]() Puncak                gunung Lawu pagi itu udaranya sangat bersih kami dapat  melihat                pantulan matahari di Samudera Indonesia, deburan dan riak  ombak                Laut Selatan sepertinya sangat dekat. Sangat jelas  terlihat kota                Wonogiri juga kota-kota di Jawa Timur. Tampak waduk Gajah  mungkur                di Wonogiri juga dapat terlihat dengan jelas sekali telaga                 Sarangan yang dikelilingi tempat penginapan.  TEMPAT-TEMPAT KERAMAT DI GUNUNG LAWU  Nama asli gunung Lawu adalah Wukir  Mahendra.                Menurut legenda, gunung Lawu merupakan kerajaan pertama di  pulau                Jawa yang dipimpin oleh raja yang dikirim dari Khayangan  karena                terpana melihat keindahan alam diseputar Gn. Lawu. Sejak  jaman                Prabu Brawijaya V, raja Majapahit pada abad ke 15 hingga  kerajaan                Mataram II banyak upacara spiritual diselenggarakan di  Gunung Lawu.                Hingga saat ini Gunung Lawu masih mempunyai ikatan yang  erat                dengan Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta terutama  pada                bulan Suro, para kerabat Keraton sering berjiarah ke  tempat-tempat                keramat di puncak Gn.Lawu.  ![]()                Terdapat                padang rumput pegunungan banjaran Festuca nubigena yang                mengelilingi sebuah danau gunung di kawah tua menjelang  Pos                terakhir menuju puncak pada ketinggian 3.200 m dpl yang  biasanya                kering di musim kemarau. Konon pendaki yang mandi berendam  di                tempat ini, segala keinginannya dapat terkabul. Namun  sebaiknya                jangan coba-coba untuk mandi di puncak gunung karena  airnya sangat                dingin.  ![]() Rumput yang tumbuh di dasar telaga ini  berwarna                kuning sehingga airnya kelihatan kuning. Telaga ini diapit  oleh                puncak Hargo dumilah dengan puncak lainnya. Luas dasar  telaga                Kuning ini sekitar 4 Ha.  ![]()                Terdapat                sebuah mata air yang disebut Sendang Drajad, sumber air  ini berupa                sumur dengan garis tengah 2 meter dan memiliki kedalaman 2  meter.                Meskipun berada di puncak gunung sumur ini airnya tidak  pernah                habis atau kering walaupun diambil terus menerus. Air  sendang ini                dipercaya dapat memberikan mujijat bagi orang yang  meminumnya.                Juga terdapat bangunan yang berupa bilik-bilik untuk  mandi, karena                para pejiarah disarankan untuk menyiram badannya dengan  air                sendang ini dalam hitungan ganjil.  ![]() Juga ada sebuah gua yang disebut Sumur                Jolotundo menjelang puncak, gua ini gelap dan sangat curam  turun                ke bawah kurang lebih sedalam 5 meter. Gua ini  dikeramatkan oleh                masyarakat dan sering dipakai untuk bertapa. Sumur ini  berupa                lubang bergaris tengah sekitar 3 meter. Untuk turun ke  dalam sumur                harus menggunakan tali dan lampu senter karena gelap. Di  dalam                sumur terdapat pintu goa dengan garis tengah 90 cm. Konon  di dalam                sumur Jolotundho ini sering digunakan untuk bertapa, dan  digunakan                guru-guru untuk memberi wejangan/pelajaran kepada  muridnya.  ![]() Terdapat sebuah bangunan di sekitar  puncak                Argodumilah yang disebut Hargo Dalem utuk berjiarah,  disinilah                tempatnya Eyang Sunan Lawu. Tempat bertahta raja terakhir                Majapahit memerintah kerajaan Makhluk halus. Hargo Dalem  adalah                makam kuno tempak mukswa Sang Prabu Brawijaya. Pejiarah  wajib                melakukan pisowanan (upacara ritual) sebanyak tujuh kali  untuk                dapat melihat penampakan Eyang Sunan Lawu. Namun tidak  jarang                sebelum melakukan tujuh kali pendakian, pejiarah sudah  dapat                berjumpa dengan Eyang Sunan Lawu.  ![]()                Di                sekitar Hargo Dalem ini banyak terdapat bangunan dari seng  yang                dapat digunakan untuk bermalam dan berlindung dari hujan  dan angin.                Terdapat warung makanan dan minuman yang sangat membantu  bagi                pendaki dan pejiarah yang kelelahan, lapar, dan  kedinginan. Inilah                keunikan Gunung Lawu dengan ketinggian 3.265 mdpl,  terdapat warung                di dekat puncaknya.  ![]() Pasar Diyeng atau Pasar Setan, berupa  prasasti                batu yang berblok-blok, pasar ini hanya dapat dilihat  secara gaib.                Pasar Diyeng akan memberikan berkah bagi para pejiarah  yang                percaya. Bila berada ditempat ini kemudian secara  tiba-tiba kita                mendengar suara "mau beli apa dik?" maka segeralah  membuang uang                terserah dalam jumlah berapapun, lalu petiklah daun atau  rumput                seolah-olah kita berbelanja, maka sekonyong-konyong kita  akan                memperoleh kembalian uang dalam jumlah yang sangat banyak.  Pasar                Diyeng/Pasar Setan ini terletak di dekat Hargo Dalem.  ![]() Pawom Sewu terletak di dekat pos 5  Jalur Cemoro                Sewu. Tempat ini berbentuk tatanan/susunan batu yang  menyerupai                candi. Dulunya digunakan bertapa para abdi Raja Parabu  Brawijaya                V. ![]() Gunung Lawu bersosok angker dan menyimpan                    misteri dengan tiga puncak utamanya : Harga Dalem,  Harga                    Dumilah dan Harga Dumiling yang dimitoskan sebagai  tempat                    sakral di Tanah Jawa.  Harga Dalem diyakini masyarakat  setempat                    sebagai tempat moksa Prabu Bhrawijaya Raja Majapahit  yg                    terakhir. Harga                    Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki  Sabdopalon, dan                    Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang  sering                    dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah  batin dan                    meditasi.  ![]() Raja Majapahit terakir Sinuwun Bumi  Nata                    Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping V memiliki salah  seorang istri                    yang berasal dari negeri Tiongkok bernama Putri Cempo  dan                    memiliki putera Raden Patah,  Dan bersamaan dengan  pudarnya Majapahit, Jinbun Fatah mendirikan                    Kerajaan Islam di Glagah Wangi (Demak).  Prabu Brawijaya bersemedi dan  memperoleh wisik                    yang pesannya :                    sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu  kedaton akan                    berpindah ke kerajaan yang baru tumbuh serta masuknya  agama                    baru (Islam) memang sudah takdir dan tak bisa  terelakkan lagi.                     Prabu Brawijaya dengan hanya  disertai                    abdinya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan                    keraton naik ke Gunung                    Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua  orang                    umbul (bayan/ kepala dusun) yakni Dipa Menggala dan  Wangsa                    Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia mukti dan mati                     mereka  tetap bersama Raja.  ![]() Sampailah Prabu Brawijaya bersama 3  orang abdi di puncak Hargodalem. Saat itu Prabu                    Brawijaya sebelum muksa bertitah kepada ke tiga  abdinya. Dan                    mengangkat Dipa Menggala menjadi penguasa gunung Lawu                    dan membawahi semua mahluk gaib (peri, jin dan  sebangsanya)                    dengan wilayah ke barat hingga wilayah Merapi/Merbabu,  ke                    Timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai  selatan ,                    dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar  Sunan                    Gunung Lawu. Dan mengangkat Wangsa Menggala menjadi                    patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.  ![]() Prabu Brawijaya muksa di Hargo  Dalem ,                    sedangkan Sabdo palon muksa di puncak  Harga Dumiling.  Karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya                    Sunan Lawu dan Kyai Jalak kemudian                    menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia  melaksanakan                    tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.  ![]() Tempat-tempat lain                    yang diyakini misterius oleh penduduk setempat selain  tiga                    puncak tersebut yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat,  Sendang                    Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat                     Kepanasan /Cakrasurya, dan Pringgodani.   |                  
|                                                                                                    Mount Lawu, is a massive compound strato volcano  straddling the border between East Java and       Central Java, Indonesia. The north side is deeply eroded and       the eastern side contains parasitic crater lakes and       parasitic cones. A fumarolic area is located on the south       flank at 2,550 m. The only reported activity of Lawu took       place in 1885, when rumblings and light volcanic ash falls       were reportedMany mountaineers climb this mountain to       adore the green scenic view, with lovely Edelweiss flowers       on its top, and the challenging beauty of the dead crater,       southward of the peak, locally known as Kawah Kuning (yellow       crater). The highest peak is hilly plain, known as Argo       Dumilah, where a "Tri-angular Pole" is erected.  The mountaineering routes to Mt. Lawu 1. From the city of Solo or Surakarta Travel to Tawangmangu, a hilly resort (1305 m high), 40 Km East of Solo. Then continue further 1,5 Km to Cemoro Kandang (Central Java) or Cemoro Sewu (East Java) (1600 M). 2. From East Java, Madiun Travel to Lake Resort Sarangan, on the east slope of the mountain and then continue to Cemoro Sewu. Mt. Lawu stands peacefully in the South border of central and East Java. Yellow Crater Triangular Peak From Cemoro Kandang 1. It’s 12 Km climb, normally it should take 7 hours walk. 2. There’s a registration station belonged to Forest Authority (Perhutani). Guide, supplies and information are available. For traditional stories of Mt. Lawu, Pak (Mr) Sumarsono can be contacted. 3. A climber shall walk thru dense wood, near the top, the vegetation are rare, then some specific mountain trees and bushes such as Santigi and Eidelweiss appear. 4. There are satisfactorily 5 huts (5 Pos), namely: * Pos 1 : Taman Sari Bawah (Lower Garden) (2300 M) The water of the river here contains sulphur. * Pos 2 : Taman Sari Atas (Upper Garden – 2.470 M). A fresh cool air amidst the green trees. There is an active crater, evaporating sulphur. * Pos 3 : 2760 M (Pos Penggik) Nearby a spring, by the name of Sendang Panguripan (life spring), producing a cool healthy drinking water. * Pos 4 : 3025 M This location is named Cokro Suryo, it is a large plain to enjoy the sunset and the picturesque panorama. * Pos 5 : 3150 M 5. Above these huts, there are 1. Pesanggrahan Argo Dalem (3170 M), small cottages. 2. The highest peak: Argo Dumilah From Cemoro Sewu 1. It’s 9 Km climb, with steep stony path. 2. There are 5 huts to the top. 3. Contact Ibu (Mrs) Warno at the base camp. Guide, supplies etc are available. The return journey to the base camp, one shall spend around 4 hours walk. Ancient Mountain Its old name was Wukir Mahendra, some believe the top of the mountain was the first kingdom on the island, the dwellers were Gods descending from Kahyangan (heaven), upon seeing an empty beautiful place like a paradise. It was the retreat of King Brawijaya V, the last king of Majapahit Empire in the 15th century. It has also a strong spiritual traditional relation with the rulers of Mataram Kingdom II and the Karaton (palace) of Surakarta and Yogyakarta. In ancient Javanese mythology, Lawu is called Mahendra and legend has it that the gods who created the first kingdom in Java descended from heaven here. In later history, Lawu was the retreat of the last king of Majapahit, Brawijaya V. On the eve of the Javanese New Year, thousands of adherents of the indigenous Javanese belief--kebatinan--climb to the summit to meditate. As in other sacred places in Java, names that dot the landscape often echo the ancient Indian epic, Mahabharata. The crater, for instance, is called Candradimuka, believed to be the place where the gods boiled Bhima's son Gatotkaca in molten metal to make him invincible. Bhima is the second of the five Pandawa brothers, who are the main protagonists in the Mahabharata. A cave called Sigolo-golo recalls the name of the cave that the Pandawa brothers, led by the brave Bhima, escaped through when their palace apartment was burned down by their evil cousins the Kurawa. Brawijaya V had a fascination with honest Bhima, for in the Karanganyar regency (in Central Java), on the Surakarta side of Lawu, he built two fascinating temples dedicated to him; Candi Sukuh which looks almost Mayan and Candi Cetho. Candi Cetho was "developed" on the orders of the late president Suharto without any archaeological considerations. Irresponsible and inappropriate development is still irreversibly changing the spiritual sites of Lawu. The current building of a Javanese pendapa pavilion with marble flooring, over a sacred stone in the area near the summit called the keputren--the princesses' quarters--by a wealthy businessman, is but one example. The shortest route to the summit of Lawu begins in the Cemara Sewu village, between the resorts of Tawangmangu and Sarangan. You can also begin from Cemara Kandang, but the trek is longer and the path is not paved. The distance between Cemara Sewu and the summit called Hargo Dumilah is 7 kilometres. The average time needed to climb to the summit is 7 to 9 hours, but if you are fit, you can do it in 4 to 5 hours. Super fit mountaineers fly up in 3 hours. For the first 2km or so you walk through agricultural land, where the locals plant vegetables amongst charred skeletons of trees that stand as a reminder that this area is prone to forest fires. As you go higher the vegetation changes and if you are climbing in daylight, you will begin to notice that inquisitive, orange beaked, brown birds are following you. These are Jalak Gading (Acridotheres javanicus) and are endemic to Lawu. Unlike other wild birds in Java, these guardians of Lawu are protected by the belief that whoever attempts to harm them will get lost and perish. The birds do not have the fear of humans that animals in Java have (except for city rats). To reach the summit for sunrise, begin climbing in evening. The advantage of hiking in the night is that the sight of the dauntingly steep hills will not deflate your spirits. It is best to chose a time close to full moon in the dry season. You will enjoy the millions of stars in the sky, twinkling, falling, and shooting. There are five resting places on the way to the summit where you can light a campfire if you need to keep warm while you rest but be sure to extinguish the fire properly before you leave and remember that the best way to stay warm is to keep moving. It is dangerous to wander off the track looking for firewood. At the fifth resting post, you will find a shack by a shallow well that has a tiny spring at the bottom of it. This is the sacred Sendang Drajat and the freezing cold water from this spring is believed to have the power to make the person who bathes in it attain high achievements in life. Mr and Mrs Parto live in the shack and they sell food and hot drinks at very reasonable prices considering that they have to carry everything up the path that you have just climbed. Next door to their shack is a cave where you can take a nap if you do not have a tent. Alternatively, you can walk a little further to the site called Hargo Dalem, where Brawijaya V used to meditate. Mbok Yem and her son Muis also have a warung here, and space to rest. These two places are good places to rest because the worst is over and the summit, Hargo Dumilah is a mere 0.8km away. Down the other way from the summit, there is a flat plain called Selo Pundutan with many Edelweiss blooms. The followers of Brawijaya V used to practice martial arts here. If you arrive at the summit early, take time to explore the sites around it but conserve enough energy for the hike down. Bring your litter down because the whole track is filthy with energy drink bottles and various items of plastic waste. It is in everyone's interest to make Lawu clean once more.  |                  
Cemara gunung adalah tumbuhan yang  mendominasi kawasan gunung Lawu. Edelweis Ungu                    adalah bunga unik yang hanya bisa ditemukan di lereng  dan                    sekitar puncak gunung Lawu. Burung Ciung sebesar  jempol                    bersarang diantara cabang-cabang tanaman Edelweis.  Harimau                    Jawa yang dianggap punah juga pernah dilihat dan  diburu di                    hutan kawasan Gunung Lawu.   |                  
|                    1. Bus Jur.  Solo - Tawangmangu 2. Angkot Jur. Tawangmangu - Cemoro Kandang / Sewu                    Dari Tawangmangu bisa menyewa kuda hingga puncak Hargo  dalem                    lewat jalur Cemoro Kandang.  |                  
  |                  
  |                  
|                                                                             Sarangan lake which is also known as lake sand is a  natural       lake situated at the foot of Mount Lawu, in District Plaosan,       ofMagetan, East Java. Located approximately 16 kilometers       west of the city Magetan. This vast lake of about 30       hectares and 28 meters berkedalaman. With temperatures       between 18 and 25 degrees Celsius, Telaga Sarangan able to       attract hundreds of thousands of visitors every year.      Telaga Sarangan a mainstay attractions Magetan. Around       the lake there are two hotels, 43 first class hotels       jasmine, and 18 cottage beside the tens wisata.Di souvenir       kiosk, visitors can also enjoy the beautiful ride around the       lake Sarangan with, or cann cepat.Fasilitas other       attractions is also available, such as home eat, play area,       tourist market, parking, public telephone facilities, places       of worship, and parks.  The presence of 19 restaurants around the lake makes the visitors have many alternative options menu. Similarly, the presence of street vendors who offer a variety of souvenirs has made it easier for visitors to purchase souvenirs. The specialty is peddled around the lake is a rabbit satay. Magetan also helped with the potential for local small industries which are able to produce handicrafts for souvenirs, such as woven bamboo, leather crafts, and special food products such as chips melinjo and plate (from rice crackers). Sarangan lake also has a boat rental service and rickshaws water. There were 51 boats and 13 motor rickshaw water that can be used to explore the lake. Sarangan lake has several important annual event calendar, which is moored on Friday offerings Ruwah Pon months, school holidays in mid-year, Ledug Sura 1 Muharram, and the fireworks on New Year’s Eve. Local district government was making the pass that connects the project Telaga Sarangan with sights Tawangmangu in Karanganyar District. Widening project and stagnant steep road that connects the two regions are expected to be completed in 2007. This tourist attraction can be reached from the City Magetan; and its location just off the Waterfall Grojogan Sewu, Tawangmangu (Karanganyar district, Central Java). Pemkab Magetan also want to develop Poncol Reservoir (about 10 miles south of Lake Sarangan) as an alternative tourism. The climate around is quite cool and comfortable, is around 20 degrees Centrigrade, but at nights it lowers to 15 degrees Centrigrade, hence appropriate for recreations. The facilities that are managed by the local government of Magetan, are among others; hotels; logements, restaurants, fruit and vegetables markets, and souvenir shops. Besides that, there are other facilities, like a parking space, musholla (small mosque) and guard station. Magetan is a regency of East Java, Indonesia. Within Magetan there is a subdivision also called Magetan. Magetan has a famous lake called Sarangan Lake which is located in the Sarangan District. The chairman of "Jawa Pos Group", a famous newspaper in Indonesia, Dahlan Iskan, was born here. Also Prof. Dr. Samaun Samadikun (ex-Chief LIPI), and Charis Suhud (ex-Vice Chief MPR). Culinary specialities from Magetan are: 
 
  |                  




























Keren Bang,,Matur Tengkyu....
BalasHapusmantep broooooooooooo !!!!!!!!!!!
BalasHapusAku wong seng cedak gunung lawu ee rung tau neng gunung lawu og.