Prabu Angling Dharma Kecamatan Ngasem Bojonegoro
PETILASAN TEMPAT MUKSA PRABU ANGLING DARMA, DONGENG YANG DIPEREBUTKAN
Rasa penasaran akan kisah Prabu Angling Darma, yang konon meninggalkan
beberapa peninggalan PETILASAN di Kec NGasem Bojonegoro, membuat saya
mencoba mencari data di internet mengenai asal usul sang prabu. Namun
yang saya dapat justru menimbulkan rasa penasaran yang lain, karena
ternyata kisah Prabu Angling Darma justru lebih pantas disebut dongeng
daripada sejarah.
Meski lebih mirip dongeng, namun beberapa daerah meng-klaim sebagai
tempat asal sang Prabu. Di Jawa Tengah saja, tak kurang ada 3 ( tiga )
daerah yang mengaku sebagai daerah petilasan Prabu Angling Darma, yaitu
Temanggung ( Parakan ), Bojonegoro dan Pati. Belum lagi jelas
juntrungannya, kisah Prabu Angling Darma sudah keburu disinetronkan.
Sehingga kisahnya menjadi semakin terkontaminasi kisah khayalan. Masih
untung bukan Malaysia yang meng-klaim sebagai pemilik kisah Prabu
Angling Darma. He he he ...
Kabupaten Bojonegoro, Pemerintah Daerahnya bahkan berencana membangun
sebuah Museum dan sekaligus Monumen Angling Darma di desa Wotangare,
yang menurut meraka, di desa inilah dulu merupakan pusat Kerajaan
Malawapati yang diperintah oleh Prabu Angling Darma. Asal tahu saja,
Pendopo Kabupaten Bojonegoro juga dinamai Pendapa Malawapati. Masih
belum puas, PERSIBO, yang merupakan klub sepakbola Kab. Bojonegoro, juga
menyebut dirinya Laskar Angling Darma. Menarik bukan? Menurut saya, hal
ini sudah cukup menunjukkan kepedulian Pemerintah Daerah Bojonegoro
akan peluang pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Lha, kalau Kab.
Temanggung? Maaf, situs Liyangan yang sudah jelas merupakan daerah
Pemukiman jaman Kerajaan Matara Kuno saja tidak di urus.
Sedikit yang menarik dari Prabu Angling Darma, kalau kita browsing di
Wikipedia, Sang Prabu adalah keturunan Arjuna yang sudah pasti tokoh
wayang. Tapi juga disebut cucu Raja Jayabhaya yang tokoh nyata. Raja
Jayabaya atau Sri Maharaja Sri Warmmeswara adalah raja di Kerajaan
Kadiri, yang berkuasa kurang lebih tahun 1135 M s/d 1159 M.
Pertanyannya, sejak kapan Wayang bisa memiliki keturunan manusia
sebenarnya? Atau, adakah tokoh wayang yang bernama Jayabaya? Entahlah,
toh yang di Wikipedia pun tak menunjukkan sumbernya dari Babad mana,
Babad Wikipedia tentu juga sangat meragukan keshahihannya.
Namun untuk memenuhi keingintahuan pembaca yang belum tahu kisah tentang
Prabu Angling Darma, disini akan saya postingkan kisah yang saya
sarikan dari Wikipedia digabung dengan beberapa versi lain dari cerita
rakyat Temanggung, Bojonegoro dan Pati, anggaplah kisah ini merupakan
Babad Antah Berantah.
Angling Darma adalah raja Kerajaan Malawapati, yang berpermaisurikan
Dewi Setyowati, putri dari guru Angling Darma yakni Begawan Maniksutra.
Kakak Dewi Setyawati bernama Batik Madrim, yang telah terlanjur
bersumpah, bahwa barang siapa yang hendak memperistri adiknya, maka
harus berhasil mengalahkannya. Angling Darma berhasil mengalahkan Batik
Madrim dan mengangkatnya sebagai Patih Kerajaan. Meski berwatak baik,
namun Angling Darma mudah meluapkan emosi, dan mudah tergoda dengan
wanita cantik.
Manusiawi dong, namanya juga raja. Tak perlulah kita bilang WOW atau
malah HUUUUU ...
Suatu ketika, Angling Darma mendapati sepasang burung jalak memadu kasih
pada dahan pohon yang kebetulan berada persis diatas kepala sang Prabu.
Tak tahu dua jalak tersebut adalah penjelmaan Sang Hyang Batara Guru
dan istrinya Dewi Uma, Angling Darma memanah sepasang burung jalak
tersebut. Batara Guru marah dan mengutuk Angling Darma akan berpisah
dengan istrinya karena tak harmonis dalam bercinta. Terhipnotis oleh
kutukan tersebut, Angling Darma tak bersemangat melayani istrinya. Tentu
saja Dewi Setyowati kecewa karena merasa Angling Darma sudah tak sudi
pada dirinya.
Saat hubungan dengan istrinya kurang harmonis, Angling Darma berusaha
menenangkan dirinya dengan pergi berburu. Di hutan, dia melihat Naga
Gini yang merupakan istri dari Naga Raja atau Naga Pertala sahabatnya,
sedang berselingkuh dengan seekor Ular Tampar. Angling Darma kembali
murka dan memanah si Ular Tampar hingga mati. Sialnya, ekor Naga Gini
terserempet anak panah hingga terluka. Naga Gini memfitnah Angling Darma
dan mengadu pada Naga Pertala bahwa Angling Darma hendak membunuhnya.
Beruntung, Angling Darma bisa meyakinkan Naga Pertala yang terjadi
sebenarnya sembari menunjukkan bangkai Ular Tampar yang dipanahnya. Naga
Pertala menyampaikan terima kasihnya dengan mengajarkan Aji Gineng,
yaitu ilmu untuk menguasai bahasa binatang kepada Angling Darma,
disertai pesan agar ilmu tersebut tak boleh diajarkan kepada siapapun.
Kembali ke Kerajaan, Angling Darma sudah lupa dengan kutukan Batara
Guru. Dia sudah rindu dengan istrinya. Saat keduanya sedang bercumbu,
Angling Darma mendengar suara cicak jantan yang sedang merayu cicak
betina, karena tergiur dengan apa yang sedang dilakukan Angling Darma
dan istrinya. seketika Angling Darma marah dan hilang selera. Kali ini
Dewi Setyowati kecewa besar. Dewi Setyowati bunuh diri dengan cara
membakar dirinya. Demi menunjukkan cintanya, Angling Darma bersumpah tak
akan menikah lagi.
Sumpah Angling Darma terdengar oleh Dewi Uma dan Dewi Ratih. Masih
dendam dengan Angling Darma, Dewi Uma mengajak Dewi Ratih untuk menguji
sumpah Angling Darma. Keduanya merubah diri menjadi dua wanita cantik
dan menggoda sang Prabu. Runtuhlah keteguhan sumpah Angling Darma, dia
menanggapi godaan dua gadis cantik tersebut. Saat itulah kedua gadis
merubah dirinya kembali menjadi dua Dewi Kahyangan. Dewi Uma menghukum
Angling Darma agar mengembara meninggalkan istana. Diluar sana banyak
godaan yang harus dihadapi Angling Darma untuk mempertebal imannya.
Kerajaan untuk sementara diperintah oleh Batik Madrim.
Dalam pengembaraannya, Angling Darma sampai di kediaman tiga gadis
cantik yang bernama Widata, Widati dan Widaningsih. Ketiganya jatuh
cinta pada Angling Darma hingga menahannya untuk pergi. Karena ingin
menyelidiki tingkah aneh ketiga gadis tersebut yang sering keluar malam.
Angling Darma bersedia tinggal. Pada malam harinya, saat ketiga gadis
tersebut keluar rumah. Angling Darma merubah dirinya menjadi seekor
Burung Gagak untuk mengikuti kemana ketiga gadis itu pergi. Rupanya,
Widata, Widati dan Widaningsih adalah tiga putri siluman yang suka makan
daging manusia. Angling Darma mengecam perbuatan ketiga putri siluman
itu, namun lantaran masih shock dengan apa yang baru dilihatnya, Angling
Darma justru kalah melawan ketiga putri siluman itu, yang lalu
mengutuknya menjadi seekor burung belibis putih.
Saat menjadi burung belibis, kepercayaan diri Angling Darma hampir
terkikis habis. Secara, dia baru saja dikalahkan oleh wanita. Dia
terbang hingga sampai ke Wilayah Kerajaan Bojonegoro. Dan dengan
mudahnya dia ditangkap oleh seorang pemuda desa bernama Joko Geduk. Saat
itu, Raja Bojonegoro yang bernama Darmawangsa sedang mengadakan
sayembara, lantaran ada dua laki-laki kembar yang sedang rebutan istri
yakni Bermani. Keduanya mengaku sebagai Bermana, suami dari Bermani.
Barang siapa yang bisa mengungkap Bermana yang asli, dia akan mendapat
hadiah besar. Burung Belibis yang mendengar sayembara tersebut, membujuk
Jaka Geduk untuk mengikuti sayembara. Kaget mendapati burung belibis
yang baru ditangkapnya bisa berbicara, Jaka Geduk meyakini bahwa burung
tersebut jelmaan Dewa. Sehingga dia mempercayai perkataan burung belibis
itu.
Berdasar petunjuk dari Burung Belibis, Jaka Geduk membawa sebuah kendi.
Salah satu Bermana yang bisa masuk ke dalam kendi tersebut, maka dia
akan ditetapkan sebagai Bermana yang asli. Satu diantara dua yang
mengaku Bermana dengan congkak menunjukkan kesaktiannya dengan masuk
kedalam kendi. Jaka Geduk buru-buru menutup kendi tersebut. Belakangan
diketahui, Bermana palsu yang masuk kendi adalah Jin yang bernama
Wiratsangka.
Jaka Geduk diberi jabatan sebagai Hakim Kerajaan. Pucuk dicinta ulampun
tiba, putri raja Darmawangsa, yakni Dewi Ambarawati terpesona dengan
keelokan badan burung belibis piaraan Jaka Geduk, sehingga burung
belibis putih tersebut dimintanya dari Jaka Geduk untuk menghiasi kolam
Kerajaan Bojonegoro. Lagi-lagi Angling Darma tergoda imannya. Pada malam
hari, burung belibis berubah menjadi seorang pemuda tampan dan menggoda
Dewi Ambarawati. Tak bertepuk sebelah tangan, Dewi Ambarawati meladeni
godaan sang pemuda tampan yang tak lain adalah Prabu Angling Darma.
Selang beberapa lama, Dewi Ambarawati pun mengandung. Gemparlah seluruh
Kerajaan Bojonegoro, hakim Kerajaan pun tak mampu mengungkap siapa yang
telah menghamili Dewi Ambarawati. Dia hanya curiga dengan belibis putih
yang menurutnya adalah Dewa yang malih rupa. Raja Darmawangsa pun
kembali mengadakan sayembara untuk mencari orang yang menghamili Dewi
Ambarawati. Batik Madrim yang memang sedang mencari rajanya mencoba
untuk mengikuti sayembara. Namun dia menyamar sebagai seorang Resi
bernama Yogiswara.
Resi Yogiswara langsung menyerang belibis putih yang ada di kolam
istana. Pertarungan pun terjadi antara Resi Yogiwara melawan belibis
putih. Beberapa saat setelah pertempuran berlangsung, belibis putih
sempat berkata bahwa Resi Yogiswara agar lebih baik menyerah saja,
karena tak mungkin sanggup melawan dirinya. Di lain pihak, Resi
Yogiswara yang sebenarnya adalah Batik Madrim mengenali suara rajanya.
Dia besimpuh menyembah belibis putih. Sambil berkata bahwa sesungguhnya
dia adalah Batik Madrim, patih Kerajaan Malawapati yang sedang mencari
Prabu Angling Darma, karena telah selesai masa hukumannya. Dengan
kesaktiannya Resi Yogiswara mampu menghapuskan kutukan tiga putri
siluman, Widata, Widati dan Widaningsih, sehingga belibis putih kembali
menjadi wujud sebenarnya, yaitu Prabu Angling Darma.
Akhirnya Prabu Angling Darma menikahi Dewi Ambarawati, namun dia tak mau
tetap tinggal di Kerajaan Bojonegoro, karena memiliki kerajaan sendiri
yang harus diurus. Angling Darma memboyong Dewi Ambarawati ke Kerajaan
Malawapati. Dari perkawinannya dengan Dewi Ambarawati, Angling Darma
memiliki putera yang diberi nama Angling Kusuma. Angling Kusuma inilah
yang kelak menggantikan kakeknya yakni Raja Darmawangsa menjadi Raja di
Kerajaan Bojonegoro.
Yang perlu digarisbawahi sekarang, mungkin Kabupaten Bojonegoro
meng-klaim sebagai pewaris Prabu Angling Darma karena ada nama Kerajaan
Bojonegoro. Meskipun dari kisah di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa
Prabu Angling Darma tak pernah menjadi penguasa di Bojonegoro, karena
tahta Kerajaan Bojonegoro diteruskan oleh Angling Kusuma, anak dari
Prabu Angling Darma.
Sedangkan Kabupaten PATI juga meng-klaim Angling Darma sebagai daerah
asal kisah tersebut, mungkin karena memiliki desa yang bernama MLAWAT,
yang terletak di Kecamatan Sukolilo. Sehingga nama Kerajaan Malawapati
identik dengan nama MLAWAT – PATI. Konon, di desa MLAWAT ini terdapat
makam Prabu Angling Darma.
Terima kasih atas summary nya. Sangat bagus. Kebetulan saya juga sdg mencari tahu ttg kisah Angling Darma yg sebenarnya. Dulu ketike kecil sering dengar tapi tidak pernah tahu lengkap ceritanya. Setelah baca2 sana sini, saya yakin Angling Darma adalah legenda rakyat biasa, bukan kisah nyata. Tokohnya sendiri masih ada kemungkinan memang pernah ada, tapi ceritanya adalah fiksi, paling tidak alurnya. Lokasi2 di cerita bisa jadi memang pernah ada. Yang penting adalah siapa kah penulisnya dan apa motivasinya ? Kisah moralnya sangat baik dan imajinasinya sangat luar biasa. Beruntung kita mempunyai legenda yg kompleks ini.
BalasHapus