MAKAM BATU AMPAR MADURA
KISAH BUJU’ BATU AMPAR, MADURA
Sejarah singkat Pesarean Buju’ Batu Ampar
Inilah kisah yang meluruskan tentang animo masyarakat akan kebenaran
silsilah keturunan Auliya’ / Pemuka agama dilingkungan Buju’ Batu ampar.
Semata-mata untuk mengembalikan kesadaran kita tentang nilai kebesaran
Allah SWT. Seperti yang terdapat di Pesarean Buju’ Batu ampar ini adalah
kekasih-kekasih Allah yang telah mendapatkan karomah atas kemurahan
rahmat dan hidayah-NYA. Kisah ini semoga menjadi teladan serta penuntun
bagi kaum muslimin dan muslimat dalam sebuah perjalanan menuju cita-cita
mulia, guna menjadi INSAN KAMIL yang memegang teguh, menjaga serta
memelihara kemurnian islam hingga hari yang dijanjikan ( kiamat ).
Wallahu a’lam Bisshawab. KH.Ach.Fauzy Damanhuri.
Silsilah Auliya’ Batu Ampar, Madura
§ Sayyid Husein, berputra :
a. Syekh Abdul Manan / Buju’ Kosambi
b. Syekh Abdul Rohim / Buju’ Bire
§ Syekh Abdul manan / Buju’ Kosambi, berputra…
§ Syekh Basyaniah / Buju’ Tumpeng, berputra…
§ Syekh Abu Syamsudin ( Su’adi ) / Buju’ Latthong, berputra 3 :
a. Syekh Husein, berputra : ( ket. Dibawah )
b. Syekh Lukman berputra : Syekh Muhammad Yasin
c. Syekh Syamsudin, berputra : Syekh Buddih
§ Syekh Husein, berputra…
§ Syekh Muhammad Ramly, berputra..
§ KH. Damanhuri, berputra / putri 10 :
1. KH. Amar Fadli
2. KH. Mukhlis
3. KH. Romli
4. KH. Mahalli
5. KH. Kholil
6. KH. Abdul Qodir
7. KH.Ach. Fauzy Damanhuri
8. KH. Ainul Yaqin
9. Nyai Hasanah
10. Nyai Zubaidah
Sayyid Husein
Disuatu desa diwilayah Bangkalan, tersebutlah seorang pemuka agama Islam
yang bernama Sayyid Husein. Beliau mempunyai banyak pengikut karena
ketinggian ilmu Agamanya. Selain akhlaknya yang berbudi luhur, beliau
juga memiliki banyak karomah karena kedekatannya dengan sang
Kholiq.Beliau sangat dihormati pengikutnya dan semua penduduk disekitar
bangkalan.Namun bukan berarti beliau lepas dari orang yang membencinya.
Disebabkan karena mereka iri dengan kedudukan beliau dimata masyarakat
saat itu.Hingga suatu hari ada seseorang penduduk yang iri dengki dan
berniat buruk mencelakai dan menghancurkan kedudukan Sayyid Husein.
Orang itu merekayasa cerita fitnah, bahwa Sayyid Husein bersama
pengikutnya telah merencanakan pemberontakan dan ingin menggulingkan
kekuasaan raja Madura. Alhasil cerita fitnah ini sampai ditelinga sang
Raja. Mendengar kabar itu Raja kalang-kabut dan tanpa pikir panjang
mengutus panglima perang bersama pasukan untuk menuju kediaman Sayyid
Husein.Sayyid Husein yang saat itu sedang beristirahat langsung dikepung
dan dibunuh secara kejam oleh prajurit kerajaan.Mereka melakukan hal
itu tanpa pikir panjang dan disertai bukti yang kuat. Akhirnya Sayyid
Husein yang tidak bersalah itu wafat seketika itu juga dan konon
jenazahnya dikebumikan diperkampungan tersebut.
Selang beberapa hari dari wafatnya Sayyid Husein, Raja mendapat berita
yang mengejutkan dan sungguh mengecewakan, serta menyesali keputusannya
yang sama sekali tidak didasari bukti-bukti yang kuat. Berita tadi
mengabarkan bahwa sebenarnya Sayyid Husein tidak bersalah, karena
sesungguhnya beliau telah difitnah.Karena sangat menyesali perbuatannya,
Raja Bangkalan memberikan gelar kepada beliau dengan sebutan Buju’
Banyu Sangkah ( Buyut Banyu Sangkah ). Dan tempat peristirahatan beliau
terletak dikawasan Tanjung Bumi, Bangkalan.
Sayyid Husein wafat dengan meninggalkan dua orang putra. Yang pertama
bernama Abdul Manan dan yang kedua bernama Abdul Rohiim. Kedua putra
beliau ini sepakat untuk pergi menghindari keadaan dikampung tersebut.
Syekh Abdul Rohim lari menuju Desa Bire ( Kabupaten Bangkalan ), dan
menetap disana sampai akhir hayat beliau. Dan akhirnya beliau terkenal
sebagai Buju’ Bire ( Buyut Bire ).
Wallahu a’lam
Syekh Abdul Manan ( Buju’ Kosambi )
Lain halnya dengan Syekh Abdul Manan. Beliau pergi mengasingkan diri dan
menjauh dari kekuasaan Raja Bangkalan. Hari demi hari dilaluinya dengan
sengsara dan penuh penderitaan. Beliau sangat terpukul sekali
kehilangan orang yang sangat dikasihinya.Hingga akhirnya beliau sampai
disebuah hutan lebat ditengah perbukitan diwilayah Batu ampar (
Kabupaten Pamekasan ). Dihutan inilah akhirnya beliau bertapa /
bertirakat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.Dalam melaksanakan
hajatnya beliau memilih tempat dibawah Pohon Kosambi. Syahdan tapa
beliau ini berlangsung selama 41 tahun. Saat memulai tapa itu beliau
berumur 21 tahun. Hingga akhirnya beliau ditemukan anak seorang penduduk
desa ( Wanita ) yang sedang mencari kayu dihutan.
Singkat cerita akhirnya Syekh abdul Manan dibawa kerumahnya. Dari
hubungan tersebut, timbullah kesepakan antara orang tua si anak tersebut
untuk menjodohkan Syekh abdul Manan dengan salah seorang putrinya.
Sebagai tanda terima kasih, beliau memilih si sulung sebagai istrinya,
walaupun dalam kenyataannya sisulung menderita penyakit kulit. Anehnya
terjadi keajaiban di hari ke 41 pernikahan mereka.Saat itu juga sang
istri yang semula menderita penyakit kulit tiba-tiba sembuh seketika.
Dan bukan hanya itu kulitnya bertambah putih bersih dan cantik jelita,
sampai-sampai kecantikannya tersiar kemana-mana.Dan konon kabarnya pula
bahwa Raja Sumenep mengagumi dan tertarik akan kecantikan istri Syekh
Abdul manan ini.
Dari pernikahan ini, beliau dikarunia seorang putra yang bernama Taqihul
Muqadam, setelah itu menyusul pula puta kedua yang diberi nama
Basyaniah. Setelah bertahun-tahun menjalankan tugasnya sebagai Khalifah,
akhirnya beliau wafat dengan meninggalkan dua orang putra. Jenazahnya
dimaqamkan di Batu Ampar dan terkenal dengan julukan Buju’ Kosambi. Dan
putra pertama beliau juga saat wafat jenazahnya dikebumikan didekat
pusaranya. Wallahu a’lam
Syekh Basyaniah ( Buju’ Tumpeng )
Putra kedua Syekh Abdul manan yang bernama Basyaniah inilah yang
mengikuti jejak ayahanda. Beliau senang bertapa dan cenderung menjauhkan
diri dari pergaulan dengan masyarakat. Dan beliau juga selalu menutupi
karomahnya.Ketertutupan beliau ini semata-mata bertujuan untuk menjaga
keturunannya kelak dikemudian hari agar menjadi insan kamil atau manusia
sempurna dan sholeh melebihi diri beliau serta menjadi khalifah yang
arif dimuka bumi.
Dalam menjalani hajatnya beliau bertapa dan memilih tempat disuatu
perbukitan yang terkenal dengan nama Gunung Tompeng yakni suatu bukit
sepi dan sunyi yang penuh dengan tanda-tanda kebesaran Illahi. Bukit
tersebut terletak kurang lebih 500 m arah barat daya ( antara
Barat-Selatan ) dari Desa batu Ampar.
Saat wafatnya beliau meninggalkan seorang putra yang bernama Su’adi atau
terkenal dengan sebutan Syekh Abu Syamsudin dan mendapat julukan Buju’
Latthong. Sedang jenazah Syekh Basyaniah dikebumikan berdekatan dengan
pusara Ayahanda. Beliau akhirnya mendapat julukan Buju’ Tumpeng. Wallahu
a’lam
Syekh Abu Syamsudin ( Buju’ Latthong )
Kisah hidup putra tunggal Syekh Basyaniah ini tidak berbeda dengan
perjalanan hidup yang pernah ditempuh oleh ayahanda dan buyutnya yakni
gemar bertapa dan selalu menyendiri bertirakat serta selalu
berpindah-pindah dalam melakukan tapanya.Misalnya salah satu tempat
pertapaanya yang ditemukan didekat kampung Aeng Nyono’. Wilayah tempat
tersebut ada ditengah hutan yang lebat. Karena seringnya tempat tersebut
dipergunakan sebagai lokasi tirakat / bertapa, oleh penduduk setempat
dinamakan Kampung Pertapaan.
Begitu juga bukit yang ada dikampung Aeng Nyono’ yang menjadi tempat
bertapanya Syekh Syamsudin. Disana terdapat sebuah kebesaran Allah yang
diperlihatkan kepada manusia sampai sekarang. Tepat disebelah barat
tempat beliau bertapa terdapat sumber mata air yang mengalir ke atas
Bukit Pertapaan. Konon Syekh Syamsudin mencelupkan tongkatnya sampai
akhirnya mengalir ke atas bukit hingga kini. Masya Allah…sungguh
merupakan karunia yang besar dan jauh diluar akal manusia. Atas dasar
keajaiban itulah yang menjadi asal-usul nama kampung Aeng Nyono’ (
Bahasa Madura ) artinya air yang menyelinap/mengalir ke atas. Dan konon
dengan air inilah beliau berwudhu dan bersuci.
Asal usul sebutan Buju’ Latthong
§ Keramat itu muncul karena disebabkan keluarnya sinar dari dada beliau.
Apabila sinar itu dilihat oleh orang yang berdosa dan belum bertaubat,
maka orang tersebut akan pingsan atau tewas.
§ Kisah lain menceritakan karena seorang yang berjuluk Buju’ Sarabe yang
bertabiat buruk berniat menghabisi beliau. Banyak penduduk desa yang
dibunuhnya. Tetapi ketika akan menghabisi Syekh Syamsudin, ketika Buju’
Sarabe dan anak buahnya mencabut senjata, mendadak senjata itu lenyap
dan tinggal warangkannya.Setelah mengaku kalah dan memohon agar
senjatanya dikembalikan, Syekh Syamsudin menunjukkan letak senjata
tersebut yang berada dalam Latthong ( Bahasa madura yang berarti kotoran
sapi ).
Sebab itulah karena khawatir tentang hal itu, maka beliau menutupi
dadanya dengan cara mengoleskan Latthong disekitar dada beliau. Banyak
sekali kisah kekeramatan beliau. Setelah cukup menjalani darma baktinya
sebagai Khalifah, akhirnya beliau wafat dengan meninggalkan tiga orang
putra. Dan dikebumikan di Batu ampar, madura. Wallahu a’lam
Syekh Husein
Sepeerti halnya pendahulunya, syekh Husein inipun senang menjalani laku
tirakat. Selain itu beliau ini terkenal akan kecerdasan pikirannya.
Beliau hapal Kitab Ihya Ulumuddin Imam Ghozaly. Bahkan hapalannya
sedemikian akurat sampai titik dan baris dikitab itu beliau
mengetahuinya. Masa bertapa Syekh Husein ini tidaklah selama
pendahulunya. Disebabkan perobahan zaman, maka tempat tinggal dan daerah
sekitar telah menjadi ramai oleh pendatang. Beliau banyak bergaul dan
menjadi pemuka masyarakat dan tokoh agama yang disegani. Dan beliau
adalah keturunan terakhir dari Sayyid Husein yang mempunyai kegemaran
bertapa dan menjalankan laku tirakat. Keturunan sesudahnya cenderung
untuk merantau dan mencari guru untuk menuntut ilmu. Wallahu a’lam
Syekh Muhammad Ramly
Putera tunggal Syekh Husein ini sejak kecil senang sekali menuntut ilmu.
Hingga menjelang dewasannya beliau pergi menuntut ilmu dan menuju
Kabupaten bangkalan. Disana beliau berguru dan menuntut ilmu kepada
seorang Waliyullah yang bernama Syaikhona Kholil, Bangkalan. Setelah
cukup menimba ilmu dengan sang Waliyullah, beliau menuju ke Saudi
Arabia. Dan menetap disana selama 10 tahun.
Setelah cukup 10 tahun, akhirnya beliau kembali dan menetap ditanah
asal, batu ampar. Beliau menjadi panutan masyarakat dalam kehidupan
beragama. Setelah berkeluarga, beliau dikaruniai seorang putra yang
diberi nama Damanhuri. Sayang sekali kehidupan beliau sangat singkat.
Saat puteranya masih membutuhkan kaih sayangnya, beliau akhirnya wafat
dan dimaqamkan dipesarean Batu ampar. Wallahu a’lam
Syekh Damanhuri
Semasa hidupnya Syekh Damanhuri tidak banyak mendapatkan belaian kasih
sayang dari Ayahandanya. Hingga akhirnya beliau di asuh sendiri oleh
sang kakek ( Syekh Husein ).Beliau mendapatkan bimbingan dan tuntunan
beragama secara langsung dari Syekh Husein. Akhirnya setelah cukup umur,
beliau pergi menuntut ilmu ditempat Ayahandanya dahulu belajar. Yaitu
ditempat Syaikhona Kholil, Bangkalan.
Singkat cerita setelah cukup menimba ilmu di pesantren Syaikhona Kholil,
beliau akhirnya kembali ke kampung halaman.Seperti halnya para
pendahulu, beliaupun menjadi Tokoh masyarakat di batu Ampar. Syekh
Damanhuri mempunyai 2 orang istri. Dari istri pertamanya dikaruniai 2
orang anak ( KH.Umar Fadli dan Nyai Hasanah ) dan bersama istri yang
kedua dikaruniai 8 orang putra/putri ( KH.Romli, KH.Mahalli,
KH.Ach.Fauzy, KH.Mukhlis, Nyai Zubaidah, KH.Kholil, KH. Abdul Qodir dan
KH.’Ainul Yaqin )
Dan diantara putranya yang masih ada itulah, yang menjadi generasi
penerusnya. Sebagai panutan dan pembimbing serta kholifah dimuka bumi
ini demi terpeliharanya kesucian dan kemurnian Islam untuk masa yang
kita tidak ketahui batasnya.
Demikianlah sekilas kisah Para Buju’ Batu Ampar. Semoga kisah ini
bermanfaat bagi pembaca dan pewaris Ilmu-ilmu Raje. Jadikanlah beliau
diatas sebagai teladan dan hikmah. Wallahu a’lam. Wassalamu’alaikum,
wr.wb. Jazakumullah bi ahsanal jaza.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar